Sabtu, 18 Februari 2012

Bimbingan Konseling Luar Sekolah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka membangun manusia Indonesia yang seutuhnya, pengembangan layanan bimbingan dan konseling bagi masyarakat merupakan sarana dan wahana yang sangat baik untuk pembinaan sumber daya manusia. Bimbingan dan konseling yang keberadaannya semakin dibutuhkan dalam masyarakat merupakan suatu badan yang mempunyai fungsi sangat penting. Dengan kata lain bimbingan dan konseling mempunyai peran dalam mencarikan jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam usaha mengembangkan potensinya. Bimbingan dan konseling berfungsi untuk membantu kelancaran dan kesuksesan kehidupan seseorang, artinya dengan adanya bimbingan dan konseling di masyarakat secara intensif akan memberi dampak baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang akhirnya akan kembali pada keberhasilan orang tersebut.

Bimbingan dan konseling menjadi faktor penting untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan potensi maupun menyelesaikan masalahnya. Bimbingan dan konseling, tidak hanya dibutuhkan para siswa siswa di lingkungan sekolah, tetapi masyarakat di luar sekolah juga membutuhkan layanan dan konseling. Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak banyak masyarakat yang mengetahui dan memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling. Ada beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling di luar sekolah, diantaranya bimbingan karier, konseling traumatic, konsultasi masalah pribadi, konseling keluarga, dll.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?

2. Bagaimanakah bimbingan dan konseling di luar sekolah?

3. Apa fungsi dan tujuan bimbingan konseling di luar sekolah?

C. Tujuan

Setelah mebahas isi dari makalah ini,diharapkan pembaca atau pendengar dapat setidaknya mengetahui tentang:

1. Konsep dasar bimbingan dan konseling.

2. Pentingnya bimbingan dan konseling di masyarakat.

3. Jenis – jenis bimbingan konseling di masyarakat

D. Manfaat Penulisan Makalah

Manfaat dari penulisan karya tulis adalah sebagai berikut ini.

1. Bagi penulis bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bimbingan konseling serta memahami kedudukan serta fungsi dari bimbingan konseling di luar sekolah.

2. Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai bimbingan konseling di luar sekolah.

3. Membantu masyarakat dalam memajukan dan mempermudah proses bimbingan dan konseling.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling

Pada dasarnya bimbingan merupakan upaya pembimbing untuk membantu mengoptimalkan individu. Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) menyatakan, guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea. Bimbingan konseling berasal dari istilah guidance and counseling, kedua istilah ini mempunyai tekanan pengertian yang berbeda, walaupun keduanya merupakan suatu bentuk bantuan. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance, sesuai dengan istilahnya, maka bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan.

Namun untuk sampai pada arti yang sebenarnya, bahwa tidak semua bantuan itu bimbingan. Menurut year book of education dalam surya (1988:31) bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan potensinya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan social. Strang dalam van hoose dan pietrofesa (ed.) (1970:270) bahwa bimbingan adalah suatu proses bukan hasil akhir. Belajar bagaimana memecahkan problem lebih penting daripada pemecahan problem tertentu. Bbelajar.

Menurut cow & Crow (1960:4) bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita yang telah terlatih imbingan adalah proses dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari semua usia untuk membantunya mengatur kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, dan menanggung bebannya sendiri.

Sedangkan konseling berasal dari bahasa asing yang berarti penyuluhan. Menurut surya (1988:49) konseling merupakan inti dan alat yang paling penting dalam bimbingan. Konseling besifat pribadi, hubungan langsung secara tatap mka antara dua orang yang seorang sebagai konselor yang dalam hubungan ini mempunyai kewenangan khusus dalam suatu situasi belajar bagi konseli (klien) yaitu seseorang yang masih termasuk normal, dia dibantu untuk mengetahui dirinya, keadaan sekarang maupun yang akan datang, sehingga ia dapat menggunakan sifat-sifat dan potensinya dengan sesuatu akan datang, sehingga ia dapat menggunakan sifat-sifat dan potensinya dengan sesuatu cara, akhirnya dapat menyenangkan dan memuaskan dirinya dan lingkungannya, dan lebih jauh dapat belajar bagaimana memecahkan problem-problem yang akan datang dan dapat menemukan kebutuhannya (Tolbert, 1959:3).

Konseling sebagai suatu proses antar pribadi, di mana satu orang yang satu dibantu oleh lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya (Mortensen dan Schmuller, 1976:301). Konseling sebagai suatu hubungan profesional antara seorang konselor telatih dengan klien. Selanjutnya dikatakan bahwa hubungan ini biasanya bersifat individual, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang yang dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya sehingga dapat membuat pilihan yang berarti dan memadai bagi dirinya (Jones, 1970:96).

Konseling adalah proses dimana konselor membantu klien dengan membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan suatu pilihan rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya (Glenn E. Smith dalam Shertzer and Stone, 1971:18). Konseling merupakan usaha untuk menimbulkan perubahan tingkah laku secara sukarela pada diri klien. Niat merubah tingkah laku berada dalam diri klien dan klien minta bantuan kepada konselor.

  1. Kebutuhan Bimbingan dan Konseling di Masyarakat

Tidak disangkal lagi bahwa setiap lapangan kehidupan dan kegiatan manusia memerlukan bimbingan. Termasuk dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan bermasyarakat. Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan tidak hanya dalam dunia pendidikan, tapi juga di masyarakat. Dengan adanya layanan bimbingan dan konseling, dapat membantu masyarakat untuk menemukan jalan keluar dalam masalahnya dan juga mengenali dan mengembangkan potensi dalam diri. Sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Para konselor yang menyediakan layanan bimbingan dan konseling ini, sangat dibutuhkan dalam dunia masyarakat. Tidak hanya untuk membantu dalam bimbingan karier ataupun masalah pribadi, para konselor juga seringkali menjadi sukarelawan dalam upaya menghilangkan trauma pada masyarakat yang menjadi korban bencana yang akhir – akhir ini sering menimpa masyarakat Indonesia.

  1. Lahirnya Ikatan Konselor Indonesia.

Gerakan konseling di Indonesia yang dimulai sejak awal tahun 1960-an telah berkembang dan berhasil mewujudkan secara nyata kegiatan konseling sebagai pelayanan profesi bagi warga masyarakat luas, pada setting sekolah, perguruan tinggi, instansi resmi dan swasta, dunia usaha dan industri, keluarga, dan kelembagaan kemasyarakatan lainnya. Melalui pembentukan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) tahun 1975 yang kemudian berubah nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) tahun 2001, gerakan konseling terus memperkuat diri sehingga keberadaan dan keprofesionalan pelayanan konseling setara dengan pelayanan bidang-bidang profesi lainnya.

Pada tahun 2003 dikeluarkan naskah Dasar Standadisasi Profesi Konseling oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang menjadi acuan pokok bagi pengembangan konseling sebagai profesi. Naskah ini telah disosialisasikan ke seluruh wilayah tanah air dan secara formal memperoleh landasan yang kokoh dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang antara lain menyebutkan konselor sebagai pendidik. Lebih jauh, ketentuan tentang penyelenggaraan pendidikan profesi di perguruan tinggi di dalam undang-undang tersebut memberikan legitimasi dan arah bagi penyelenggaraan pendidikan profesi untuk menyiapkan tenaga profesional konseling yang menyandang gelar profesi Konselor. Menyadari tentang keberadaan dan kemanfaatan peyalanan profesi konseling menuju kehidupan masyarakat dan bangsa yang cerdas, modern dan bahagia serta menjunjung tinggi kemartabatan profesi konseling, dalam suasana dan semangat kekeluargaan serta dinamika Kongres X dan Konvensi XIII ABKIN tanggal 13 -16 April 2005 di Semarang, dengan ini para Konselor Indonesia mendirikan organisasi Ikatan Konselor Indonesia yang merupakan divisi dalam ABKIN. Pendirian Ikatan Konselor Indonesia ini disyahkan pada Kongres Ikatan Konselor Indonesia I di Padang tanggal 26 s.d 27 Maret 2006. Ikatan Konselor Indonesia memiliki Aturan Dasar dan Aturan Rumah Tangga untuk mengatur kehidupan dan penyelenggaraan organisasi.

  1. Jenis – Jenis Bimbingan Konseling di Luar Sekolah

1. Konseling Keluarga

a. Perspektif Perkembangn Keluarga

Perspektif perkembangan keluarga meliputi:

1. Kerangka berpikir tentang keluarga

2. Perkembangan keluarga sebagai sesuatu yang berkelanjutan dan perubahan

3. Keluarga dipandang sebagai system psikososial

1. Kerangka berfikir tentang keluarga

Keluarga merupakan system social yang alamiah, berfungsi membentuk aturan-aturan, komunikasi dan negosiasi diantara para anggotanya. Ketiga fungsi keluarga ini mempunyai sejumlah implikasi terhadap perkembangan dan keberadaan para anggotanya. Keluarga melakukan suatu polainteraksi yang diulang-ulang melalui partisipasi seluruh anggotanya. Strategi-strategi konseling keluarga terutama membantu terpeliharanya hubungan-hubungan keluarga, juga dituntut untuk memodifikasi pola-pola transaksi dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang mengalami perubahan.

Dalam perspektif hubungan, konselor keluarga tidak menghilangkan signifikasiproses intrapsikis yang sifatnya individual, tetapi menempatkan perilaku individu dalam pandangan yang lebih luas. Prilaku individu itu dipandang sebagai suatu yang terjadi dalam system sosial keluarga. Dengan demikian, ada perubahanparadigma dari cara-cara tradisional dalam memahami prilaku manusia ke dalam epistomologi cybernetic. Paradigma ini menekankan mekanisme umpan balik beeroperasi dan menghasilkan stabil serta perubahan. Kausalitas sirkuler terjadi di dalam keluarga.

Konselor keluarga lebih memfokuskan pemahaman proses keluarga daripada mencari penjelasan-penjelasan yang sifatnya linear.dalam kerangka kerja seperti ini, simptomyang ditunjukan pasien dipandang sebagai cerminan dari sistem keluarga yang tidak seimbang.

2. Perkembangan keluarga

Satu cara untuk memahami individu-individu dan keluarga meraka, yaitu dengan cara meneliti pekembanagan meraka lewat siklus kehidupan keluarga. Berkesinambungan dan perubahan merupakan cirri dari kehidupan keluarga. System keluarga itu mengalami perubahan setiap waktu. Perkembangan keluarga pada umumnya terjadi secara teratur dan bertahap. Apabila terjadi pemandegan dalam keluarga, hal itu akan menggangu system keluarga. Kemunculan prialaku simptomatik pada anggota keluarga pada saat transisi dalam siklus ehidupankeluarga menandakan keluarga itu mengalami kesulitan dalam menyesuikan dengan perubahan.

Siklus kehidupan keluarga mengarah pada suatu pengaturan tema mengenai pandangan bahwa keluarga itu sebagai suatu system yang mengalami perubahan. Ada tugas-tugas perkembangan khusus yang harus dipenuhi untuk setiap tahapan perkembangannya.

Dalam keluarga, laki-laki dan perempuan dibesarkan dengan perbedaan harapan peranan, pengalaman, tujuan, dan kesempatan. Perbedaan jenis kelamin ini, kelak mempengaruhi interaksi suami istri. Banyaknya perempuan yang memasuki dunia kerja akhir-akhir ini mempengarui juga tradisi peran laki-laki dan perampuan mengenai tanggung jawab rumah tangga dan kerja di luar rumahg.

Kesukuan dan pertimbangan sosio-ekonomi juga mempengaruhi gaya hidup keluarga. Terlabih dahulu, hal yang harus iperhatikan adalah membantu menentukan bagaimana keluarga itu membentuk nilai-nilai, menentukan pola-pola prilaku, dan menentukan cara-cara mengekspresikan emosi, serta menentukan bagaimana mereka berkembang melalui siklus kehidupan keluarga. Hidup dalam kemiskinan dapat mengikis struktur keluarga dan menciptakan keluarga yang tidak terorganisasi. Dalam keluarga miskin, perkembangan siklus kehidupan sering dipercepat oleh kehamilan dini dan banyaknya ibu-ibu yang tidak menikah. Tidak adanya ayah di rumah memungkinkan nenek, ibu, dan anak perempuan itu lebih saling berhubungan.

3. Keluarga sebagai system psikologi

Teori system umum memberikan dasar teoritis pada teori dan praktik konseling keluarga. Konsep-konsep mengenai organisasi dan keutuhan menekankan secara khusus, bahwa system itu beroperasi secara utuh terorganisasi. System tidak dapat dipahami secara tepatjika dibagi kedalam beberapa komponen.

Keluarga menunjukan system hubungan yang komplek, terjadi kausalitas silkuler dan multidimensi. Peran-peran keluarga sebagian besar tidak statis, perlu dipahami oleh anggota keluarga untuk membantu memantapkan dan mengatur fungsi keluarga. Keseimbangan dicapai dalam kelurga melalui prosesinteraksi yang dinamis. Hal ini membantu memulihkan stabilitas yang sewaktu-waktu terancam, yaitu dengan mengaktifkan aturan yang menjelaskan hubungan-hubungan. Pada saat perubahan keluarga terjadi, siklus umpan balik positif dan negative membantu memulihkan keseimbangan.

Subsistem-subsistem dalam keluarga melakukan fungsi-fungsi keluarga secara khusus. Hal terpenting dan berarti adalah subsistem suami istri, orang tua, dan saudara kandung. Batas-batas system membantu memisahkan sistem-sistem, sebaik memisahkan subsistem-subsistem didalam system secara keseluruhan.

System-sistemkeluarga berinteraksi dengan sistem-sistem yang lebih besar lagi di luar rumah, seperti sistem tempat peribadatan, sekolah, dan tempat perawatan kesehatan. Dalam beberapa kasus, terjadi pengaburan masalah-masalah keluarga dan pertentangan penyelesaian dari para pemberi bantuan dala sistem makro. Dalam konteks yang lebih luas, batas-batas di antara pemberi bantuan sama baiknya dengan bata-batas di antara keluarga klien. Batas-batas itu mungkin perlu dijelaskan dalam sistem makro agar beroperasi secara efektif.

b. Landasan-landasan Sejarah dan Praktik Kontemporer

Dalam landasan-landasan sejarah dan praktik kontemporer konseling keluarga dibahas mengenai:

1. Sejarah dan perkembangan konseling keluarga

2. Pendekatan psikodinamik

3. Pendekatan ekspresial/humanistic

4. Pendekatan Bowen

5. Pendekatan behavioral

1. Sejarah dan perkembangan konseling keluarga

Konseling keluarga distimuli oleh penelitian keluarga yang anggotanya mengalami schizophrenia. Konseling keluarga berkembang mencapai kemajuan pada tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an, para pelopor konseling keluarga memutuskan untuk bekera sana dengan para konselor yang berorientasi individual.

Teknik-teknik dalam konseling keluarga berkambang denag pesat memasuki tahun 1970an. Inovasi teknik terapeutik diperkenalkan termasuk pendekatan behavioral yang dikaitkan dengan masalah-masalah keluarga. Pada tahun 1980-an, konseling perkawinan dan konseling keluarga menjadi satu. Para praktisi dariberbagai disiplin keahlian menjadi konseling keluarga sebagai cirri professional mereka. Pada saat sekarang, konseling keluarga lebih menekankan penanganan masalah-masalahsecara konteksual daripada secara terpisah dengan individu-individu. Tantangan yan dihadapi oleh konseling keluarga pada tahun 1980-an adalah menintegrasikan berbagai pendekatan konseling keluarga dan menggunakan kombinasi-kombinasi dari teknik-teknik yang dibutuhkan untuk populasi-populasi yang berbeda.

2. Pendekatan psikodinamik

Pendekatan-pendekatan dalam konseling keluarga dapat dibagi ke dalam enam kelompok, yaitu:

1. Psikodinamik

2. Eksistensial/humanistic

3. Bowenian

4. Structural

5. Komunikasi/strategis

6. Behavioral

Hal yang membedakan pendekatan-pendekatan tersebut adalah

a) Orientasi teoritis, dalam investasinya apakah menekankan pada masa lalu atau masa sekarang

b) Proses konseling, apakah menekankan peran yketidaksadaran atau kesadaran

c) Apakah menekankan wawasan atau tindakan

d) Fungsi konselor diutamakan atau tidak

e) Analisisnya apakah menggunakan individual dyad, atau triad

f) Tujuan-tujuan treatment

Sebagian besar, pandangan psikodinamik berdasar pada model psikoanalisis, memberikan perhatian terhadap latar belakang dan pengalaman setiap anggota keluarga sebanyak pada unit keluarga itu sendiri.

Nathan Acherman, pelopor konselor keluarga berupaya menintegrasi teori psikoanalitik yang berorientasi intrapsikis dengan teori sistem sengan menekankan hubungan antar pribadi. Upaya-upaya terapeutiknya berujuan untuk membebaskan “pathologies” yang berperan satu sama lain. James Framo, konselor keluarga generasi pertama, meyakini bahkan konflik intrapsikis yang tidak terselesaikan dibawa dari keluarganya, diteruskan dalam bentuk proyeksi ke dalam hubungan-hubungan yang terjadi aat ini, seperti hubunan suami istri atau anak.

3. Pendekatan Eksperensial/Humanistik

Para konselor keluarga eksperensial/humanistic menggunakan “immediacy” terapeutik dalam menghadapi anggota-anggota keluarga untuk membantu memudahkan keluarga itu berkembang dan memenuhi potensi-potensi individunya. Pendekatan ini lebih menekankan pada tidakan daripada wawasan dan interpretasi. Pendekatan ini memberikan pengalaman-pengalaman dalam meningkatkan perkembangan, yaitu melalui interaksi antar konselor dan keluarga.

Virginia Sati, dalam pendekatanya ia memadukan kesenjangan komunikasi antara anggota keluarga dan orientasi humanistic dalam membangun harga diri dan penilaian dari seluruh anggota keluarga. Dia meyakini bahwa dalam diri manusia terdapat sumber-sumber yang diperlukan manusia untuk berkembang.

4. Pendekatan Bowen

Pendekatan Muray Bowen terkenal dengan teori sistem keluarga. Landasan teori Bowen adalah konsep diferensial diri konsep ini berkembang dimana anggota keluarga dapat memisahkan fungsi intelektualnya dengan emosionalnya. Bowen mengungkapkan konsep emotional cutoff untuk menjelaskan bagaimana anggota keluarga berupaya memutuskan hubungan dengan keluarga mereka atas anggapan yang keliru bahwa mereka dapat mengisolasi diri mereka dari fusi. Posisi saudara kandung dari setiap pasangan perkawinan akan mempengaruhi interaksi mereka. Dalam pengembangan teorinya terhadap masyarakat lebih luas, Bowen percaya bahwa tekanan-tekanan eksternal yan kronis merendahkan tingkat berfungsinya diferensiasi masyarakat, hal itu hasil pengaruh regresi masyarakat.

5. Pendekatan Stuktural

Pendekatan structural dalam konseling keluarga terutama dikaitkan dengan Salvador Minuchin dan koleganya di pusat Bimbingan Anak Philadelphia. Pendekatan ini dilandasi sistem. Teori keluarga memfokuskan pada kegiatan, keseluruhan yang terorganisasi dari unit keluarga, dan cara-cara dimana keluarga mengatur dirinya sendiri melalui pola-pola transaksional diantara mereka. Secara khusu, sistem-sisem keluarga, batas-batas, blok-blok, dan koalisi-koalisi ditelaah dalam upaya memahami struktur keluarga. Tidak berfungsinya struktur menunjukan bahwa aturan-aturan yang tidak tampak yang membangun transaksi keluarga tidak berjalan atau membutuhkan negosias kembali aturan-aturan.

6. Pendekan Strategis/Komunikasi

Karakteristik khusus pendakatan ini menggunakan double blinds terapeutik atau teknik-teknik paradoksial untuk mengubah aturan-aturan keluarga dan pola-pola hubungan. Pradoks kontradiksi yang mengikuti deduksi yang tepat dan premis-premis yang konsisten digunakan secara terapeutik untuk mengarahkan individu atau keluarga yang tidak mau berubah sesuai dengan apa yangdiharapkan, prosedur ini mempromosikan perubahan tersebut bukan dalam bentuk penolakan atau tindakan. Jakcson, Watzlawick dan ahli strategi lainnya menggunakan “prescribing” simptom-simptom sebagai teknik paradox untuk mengurangi penolakan berubah dengan menggunakan simptomnya itu tidak berguna.

Pendekatan konseling keluarga strategi ditandai oleh taktik-taktik yang terencana dan hati-hati, serta lngsung menangani masalah-masalah keluarga yang ada. Haley sangat memengaruhi para praktisi dalam menggunakan perintah-perintah atau penyelesaian tugas-tugassebaik intervensi-intervensi paradoksial yang sifatnya tidak langsung. Madanes, konselor strategis keluarga lainnya menggunakan teknik-teknik “pretend” (menganggap diri) dan investasi-investasinya yang tidak konfrontatif diarahkan pada tercapainya perubahan tanpa mengundang penolakan.

7. Pendekatan Behavioral

Konseling keluarga behavioral, terakhir masuk dalam bidang konseling keluarga, berupaya membawa metode ilmiah dalam proses-prose terapeutik mengembangkan monitoring secara tepat dan mengembangkan prosedur-prosedur intervensi berdasarkan data. Pendekatan ini mengambil prinsip-prinsip belajar manusia, seperti classical dan operant conditioning, penguatan positif dan negative, pembentukan, extinction, dan belajar social. Pendekatan behavioral menekankan lingkungan, situasional dan faktor-faktor sosial dari prilaku. Pendekatan behavioral memberikan hasil yang signifikan terhadap empat bidang yang berbeda, yaitu konseling perkawinan behaviaoral, pendidikan dan latihan keterampilan orang tua behavioral, konseling keluarga fungsional, serta penanganan tidak berfungsinya seksual.

Konseling perkawinan behavioral memadukan prinsip-prinsip teori belajar social dan teori pertukaran social. Konseling perkawinan behavioral mengajarkan pasangan suami istri bagaimana mencapai suatu hubungan timbale balik yang positif.

Pendidikan dan latihan keterampilan-keterampilan orang tua behavioral, sebagian besar didasarkan pada teori belajar sosial, berupaya untuk melatih orang tua dengan prinsip-prinsip behavioral dalam pengelolaan anak. Secara khusus, Patterson memfokuskan terhadahubungan dua orang (dyad), biasanya antara ibu dan anak, serta menekankan bahwa perilaku anak itu memungkinkan dikembangkan dan dipelihara melalui hubungan timbal balik mereka. Secara khusus, intervensinya berupaya membantu keluarga mengembangkan sejumlah kontingensi penguatan baru dengan maksud memulai belajar perilaku-perilaku baru.

Konseling keluarga fungsional berupaya mengintegrasikan sistem teori sistem, behavioral, dan kognitif dalam bekerja dengan keluarga. Konseling keluarga funsional berpandangan, bahwa semua perilaku sebagai fungsi antar pribadi mengenai hasil khusus dari konsekuensi-konsekuensi perilaku

Kerjasama konselorsek adalah satu program yang dibatasi waktunya, melibatkan kedua pasangan perkawinan dan berupaya untuk menyelesaikan masalah-masalah tidak berfungsinya seksual. Treatment-nya memperkuat perkawinan dengan cara mengoreksi hal-hal yang secara potensial merusak aspek-aspek hubungan. Konseling ini pertama kali dikembangkan oleh Masters dan Johnson, lalu dikembangkan oleh Kaplan. Treatment tidak berfungsinya seksual sekarang menggunakan berbagai teknik behavioral secara jelas. Kerjasama konseling seks ini menyajikan bentuk yang dikonseptualisasikan sebagai jenis konseling kognitif behavioral/program pendidikan kembali yang diaplikasikan terhadap pasangan suami istri yang mempunyai masalah seksual.

Bentuk-Bentuk Lain dari Intervensi Terapeutik

Terdapat empat jenis teknik konseling keluarga sebagai tambahan terhadap pendekatan-pendekatan yang sudah biasadilakukan dalam treatment, yaitu prosedur-prosedur nonverbal, prosedur-prosedur yang dibatasi waktunya, prosedur-proseduryang berorientasi krisis, dan intervensi-intervensi yang melibatkan kelompok yang lebih luas.

Dalam melukiskan keluarga dengan eknik nonverbal, semua anggota keluarga diminta untuk menggambarkan bagaimana mereka melakukanhubungan didalam keluarga.

2. Bimbingan Karier

Pemahaman terhadap dunia kerja menjadi hal penting bagi masyarakat sebagai bekal dan persiapan memasuki dunia kerja. Hal-hal yang menjadi permasalahan umum bagi seseorang adalah kurangnya pemahaman untuk mengenal diri, yaitu mengetahui potensi dan mewaspadai kelemahannya, kurangnya kesiapan mental untuk bersaing di dunia kerja, kekurangtahuan tentang lingkup pekerjaan pada bidang pekerjaan yang ada di pasar tenaga kerja, serta pemahaman mengenai bagaimana strategi meniti karir mulai dari awal karir sampai dengan bagaimana upaya untuk meraih puncak karir yang dicita-citakan. Untuk itu, konseling karir dapat menjadi media bagi masyarakat untuk berbagi mengenai masalah-masalah karir dan atau hal-hal lain yang terkait karir.

a. Tujuan Bimbingan Karir dan Konseling.

Secara umum tujuan bimbingan Karir dan Konseling adalah sebagai berikut;

Ø Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkaitdengan pekerjaan.

Ø Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yangmenunjang kematangan kompetensi kerja.

Ø Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.

Ø Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.

Ø Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.

Ø Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.

Ø Mengenal keterampilan, minat dan bakat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh minat dan bakat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.

Ø Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karier.

Ø Memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat.

b. Model rangkaian untuk program karir

  1. Orientasi kesadaran.
  2. Assesment diri.
  3. Penjajakan karir.
  4. Mensetting tujuan karir.
  5. Pengalaman kerja.
  6. Konteks karir.
  7. Tersedianya dunia kerja.
  8. Penempatan.

c. Teknik Konseling

Teknik konseling yang dapat digunakan dalam konseling karir antara lain:

  1. Konseling kelompok.
  2. Konseling perorangan.
  3. Konseling teman sebaya.
  4. Penempatan.

d. Tipe Konseling Karir

Menurut Morrill dan Forrest ada empat tipe konseling karir, yaitu:

  1. Konseling yang membantu klien dengan suatu keputusan tertentu dengan memberikan informasi dan klarifikasi masalah.
  2. Konseling yang membantu klien dengan suatu keputusan tertentu dengan memusatkan perhatian pada keterampilan membuat keputusan.
  3. Konseling yang memandang karir sebagai proses, bukan sebagai tujuan.
  4. Konseling yang memusatkan perhatian pada usaha menanamkan kemampuan menggunakan karakteristik personal klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan klien sendiri.

3. Konseling Traumatik

Konseling traumatik adalah upaya konselor untuk membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin.

Konseling traumatik ini berbeda dengan konseling biasa. Perbedaan itu terletak pada waktu, focus, aktivitas dan tujuan. Dilihat dari segi waktu, konseling traumatik pada umumnya memerlukan waktu lebih pendek dibandingkan dengan konseling biasa. Konseling traumatik memerlukan waktu satu hingga enam sesi. Sedangkan konseling biasa, memrlukan waktu satu hingga dua puluh sesi.

Dilihat dari focus, konseling traumatic lebih memerhatikan pada satu masalah, yaitu trauma yang terjadi dan dirasakan. Adapun konseling biasa, pada umumnya suka menghubungkan satu masalah dengan masalah lainnya. .

Dilihat dari aktivitas, konseling traumatic lebih banyak melibatkan banyak orang dalam membantu klien dan yang lebih banyak aktif adalah konselor. Konselor berusaha untuk mengarahkan, mensugestikan, member saran, mencari dukungan dari keluarga dan teman klien, menghubungi orang yang lebih ahliuntuk referral, menghubungkan klien dengan ahli lain untuk referral, melibatkan orang / agen lain yang kompeten secara legal membantu klien, dan mengusulkan berbagai perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.

Dilihat dari tujuan, konseling traumatic lebih menekankan pada pulihnya kembali klien pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang baru.

Tujuan konseling traumatic adalah:

Ø Berfikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan

Ø Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma.

Ø Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma

Ø Belajar keterampilan baru untuk mengatasi trauma.

Keterampilan Dalam Konseling Traumatik

Ada empat keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor dalam konseling traumatic, yaitu:

a. Pandangan Realistik

Hendaknya, konselor memiliki pandangan yang realistic terhadap peran mereka dalam membantu orang – orang yang mengalami trauma. Keterampilan ini berguna bagi konselor untuk memahami kelemahan dan kelebihannya dalam membantu orang yang mengalami trauma. Kelebihan konselor dibandingkan dengan keluarga dan teman orang yang mengalami trauma. Namun di pihak lain, konselor harus mengakui beberapa keterbatasan yang dimilikinya dalam membantu orang yang trauma. Keterbatasan – keterbatasan itu antara lain sebagai berikut:

1. Konselor kurang memiliki data yang lengkap tentang kelemahan kepribadian klien sebelum menderita trauma.

2. Konselor tidak dapat mengontrol pemicu trauma, karena pemicu trauma itu adalah peristiwa objektif yang telah dialami klien.

3. Konselor tidak dapat mengontrol reaksi keluarga dan teman klien pada saat klien mengalami trauma.

b. Orientasi yang holistic

Kondisi trauma pada diri klien bukan harus dihadapi secara berlebihan atau sebaliknya. Dalam konseling traumatic, konselor harus menerima berbagai bantuan dari berbagai pihak demi kesembuhan klien. Dengan memerhatikan kondisi klien secara holistic, konselor dituntut untuk dapat berkerja sama dengan berbagai ahli yang ada di masyarakat untuk membantu kesembuhan klien.

c. Fleksibilitas

Konseling traumatic memerlukan fleksibilitas, karena keterbatasan – keterbatasan yang ada, konseling traumatic mungkin lebih fleksibel dalam pelaksanaannya. Karena keterbatasan tempat, mungkin konseling melalui telepon akan lebih tepat. Karena keterbatasan waktu, ada kemungkinan terjadi perubahan waktu dalam konseling. Kemungkinan konseling di rumah klien terjadi daripada di kantor konselor. Perpanjangan waktu dalam setiap sesi konseling mungkin saja terjadi. Melibatkan keluarga dalam sesi konseling mungkin saja terjadi dan konselor memberikan sugesti pada klien juga bisa terjadi.

Dalam konseling traumatic, konselor tidak banyak waktu untuk melakukan konfrontasi, berlama – lama, non direktif, interpretasi perilaku dan mimpi, serta tidak terlalu mempermasalahkan terjadinya transferensi ataupun conter tansferensi antara klien dan konselor. Kondisi trauma menuntut konselor untuk bertindak cepat menangani klien.

d. Keseimbangan Antara Empati dan Ketegasan

Konselor harus mampu melihat kapan dia harus empati, dan kapan dia harus tegas dalam mengarahkan klien untuk kesembuhan klien. Jika konselor terlalu hanyut dengan perasaan klien, maka konselor akan mengalami kesulitan dalam membantu klien. Begitu juga jika konselor tidak tepat waktunya dalam memberikan arahan yang tegas pada klien maka konseling akan tidak efektif.

Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien. Empati ada dua macam yaitu empati primer dan empati tingkat tinggi. Empati primer adalah suatu bentuk yang hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Tujuannya agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka pada konselor. Adapun empati tingkat tinggi adalah keikut sertaan konselor dalam merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan kliennya.

Adapun ketegasan untuk mengarahkan klien adalah kemampuan konselor untuk mengatakan kepada klien agar klien berbuat sesuatu atau dengan kata lain mengarahkan agar klien melakukan sesuatu.

Sebagai contoh, wujud pelaksanaan dari konseling traumatic adalah upaya untuk menyembuhkan trauma pada korban gempa bumi Jawa Barat yang terjadi beberapa waktu lalu. Hal ini dilakukan untuk pemulihan gangguan mental psikologis yang berpengaruh terhadap kehidupan efektif sehari-hari warga masyarakat korban gempa yang perlu ditangani secara khusus.

Kegiatan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • Kegiatan konseling trauma terhadap kelompok sasaran peserta didik dilakukan dalam bentuk:
    • Terapi Permainan
    • Bimbingan/Konseling Kelompok
    • Konseling Individual
    • Pelayanan Informasi
    • Pelayanan Pembelajaran
  • Kegiatan konseling trauma terhadap para orang tua/warga masyarakat yang memerlukan dilakukan dalam bentuk:

o Terapi Relaksasi

o Bimbingan/Konseling Kelompok

o Konseling Individual

o Pelayanan Informasi

o Pelayanan Berkehidupan dalam Keluarga/Masyarakat

6 komentar:

Anonim mengatakan...

thank's,,,,

mahlani mengatakan...

Salam, terima kasih sudah berbagi pengetahuan. Semoga menjadi amal kebajikan dengan pahala kebaikan trus melimpah. matut nuwun

mahlani mengatakan...

Matur nuwun

Bibin Tarbini mengatakan...

sama2.. terima kasih sudah meninggalkan komentar.. semoga dapat bermanfaat.. :)

nanang ardiansyah laka mengatakan...

maksih tulisannya.hanya sekedar saran kalau bisa reefrensinya juga dimasikin.

Satriani S mengatakan...

Bgaimana bentuk penanganan bk dluar sekolah