Sejarah Panjang Rivalitas MU dan Liverpool
"Beberapa orang berpikir sepak bola adalah hidup dan mati. Tapi saya yakinkan Anda, ini akan jauh lebih penting daripada itu semua."- William “Bill” Shankly.
Pernyataan yang dilontarkan dari bibir manajer legendaris Liverpool, Bill Shankly, itu seakan menjadi gambaran sesungguhnya ketika menyaksikan rivalitas terbesar dalam ziarah sepak bola Inggris antara Liverpool dan Manchester United. Nama besar kedua tim seakan menjadi ikon yang tak bisa lepas dan saling melengkapi satu sama lain di dalam ranah sepak bola Inggris saat ini.
Jika ditarik ke belakang, rivalitas Liverpool dan MU ini tak bermula dari urusan lapangan semata. Dunia bisnislah yang pertama kali membuat api rivalitas menggelora dalam sejarah dua klub tersebut. Pada abad ke-19, hubungan kedua kota itu awalnya sangat harmonis, karena Liverpool terkenal sebagai kota pelabuhan besar di Inggris, dan Manchester merupakan kota pertama yang perekonomiannya cukup maju semenjak revolusi Inggris.
Namun, hubungan manis itu harus retak pada akhir 1878. Depresi dunia ketika itu, membuat Manchester "menyalahkan" Liverpool karena dianggap telah memberlakukan tarif tinggi bagi jalur distribusi produk-produk mereka. Kecewa, Manchester lantas membangun pelabuhan sendiri untuk mendistribusikan hasil industri kotanya ke seluruh dunia pada 1894.
Langkah itu, secara tidak langsung akhirnya membuat pendapatan kota dan penduduk di Liverpool turun dengan drastis. Semenjak inilah awal aroma kebencian masyarakat kedua kota itu terjadi. Para Scouse, sebutan warga Liverpool, menilai Mancunian, sebutan bagi warga Manchester, sebagai biang kerok dibalik kekacauan yang terjadi di kotanya.
Kebencian ini pula yang kemudian merasuki ranah sepak bola. Untuk urusan lapangan hijau, Liverpool memang lebih dulu "besar" dibanding dengan MU. Meskipun MU merupakan tim Inggris pertama yang memenangkan Piala Champions pada 1968, namun kesuksesan di era tersebut memang harus diakui adalah milik Liverpool. Memasuki era 1970-an, di bawah kepemimpinan Bill Shankly, Liverpool berubah menjadi raksasa sepak bola di Inggris maupun di Eropa.
Di era ini, Liverpool menyabet 11 gelar juara Liga dan empat juara Piala FA. Termasuk juga prestasi mereka meraih Treble Winners pada tahun 1984 dengan menyandingkan gelar juara Liga dengan Piala FA dan Piala Champions. Bahkan, pada 1974, "The Reds" dapat tertawa bangga karena dapat meraih sukses di papan atas Liga dan Piala FA disaat MU harus rela bermain di Divisi II.
Rivalitas itu kembali memanas memasuki era 1990-an, ketika pelatih asal Skotlandia, Sir Alex Ferguson, memulai karirnya bersama MU. Bahkan, di awal karirnya itu, Ferguson sempat dengan lantang mengatakan bahwa hal terindah bagi dirinya adalah ketika "memukul" Liverpool yang sedang berada di puncak kesuksesan.
Dan pernyataan itu, bukanlah isapan jempol semata. Fergie membuktikannya tiga tahun setelah memulai karirnya bersama MU pada 1986. Fergie memberikan gelar Piala FA pertamanya untuk MU pada 1990. Setelah itu, giliran MU yang berubah bak raksasa Inggris dan dapat tertawa manis di atas "kesuksesan" Liverpool yang terakhir kali meraih gelar Liga Inggris pada 1989. Di era ini, MU mampu meraih 11 gelar juara liga dan 2 kali juara Liga Champions.
Secara keseluruhan, gelar juara Premier League tahun lalu telah menjadikan MU sebagai pemegang koleksi juara terbanyak dengan 19 gelar, mengalahkan Liverpool dengan 18 gelar. Namun, jika melihat gelar di Eropa, Gerrard dan kawan-kawan jelas lebih unggul dengan raihan lima gelar Liga Champions dibanding MU yang baru mengantongi tiga gelar.
Dari sejarah pertemuan, keduanya sudah bertemu sebanyak 155 kali di semua ajang. Dari catatan pertemuan itu, MU, lebih unggul dengan 59 kemenangan, sedangkan Liverpool mampu meraih 52 kemenangan dan sisanya berakhir dengan imbang.
Rivalitas sejati
Kini, kedua klub itu akan kembali mempertaruhkan gengsi rivalitas sejarah mereka dalam putaran keempat Piala FA, Sabtu (28/1/2012). Laga panas dan penuh tensi sudah pasti akan terjadi. Apalagi di musim ini, "The Reds" harus kehilangan salah satu penyerang andalannya, Luis Suarez, yang dihukum tidak boleh tampil selama delapan pekan, karena terbukti mengucapkan kata rasis terhadap bek MU, Patrice Evra, 15 Oktober lalu.
Sejumlah media di Inggris bahkan menyebut laga kali ini dapat berpotensi menjadi kerusuhan antar suporter. Para Liverpudlian, pendukung Liverpool, sudah pasti tak terima dengan apa yang didapat oleh Suarez. Aroma ini pun kembali mengingatkan kebencian mengenai persoalan sejarah munculnya pelabuhan di dua kota tersebut.
Untuk mengantisipasinya, polisi di Marseyside sudah mengingatkan akan menindak tegas siapapun yang membuat kekacauan. Ferguson pun secara terangan-terangan telah menghimbau agar pendukungnya tidak terpancing emosinya.
"Rasanya, tak perlu menyulut bubuk mesiu, laga ini sudah berjalan panas," kata Fergie.
Kapten Liverpool, Steven Gerrard mengatakan hal serupa. Pemain asal Inggris itu mengaku tidak menginginkan pertandingan itu berlangsung rusuh. Dia ingin, Liverpool, MU dan persaingannya akan selalu dikenang karena permainan sepak bolanya yang hebat di seluruh dunia.
"Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan pertandingan nanti dikenang karena sepak bola," kata Gerrard.
Jika melihat sejumlah hal tersebut, memang benar adanya pernyataan "Sepak bola bukan hanya soal hidup dan mati". Pertemuan keduanya bukan sekadar soal prestasi masing-masing tim, tapi akan selalu diingat sebagai tonggak sejarah rivalitas sejati dua kota besar di wilayah barat Inggris itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar